BAB I
PENDAHULUAN
1.
1. Latar Belakang Masalah
Lembaga
peradilan adalah penyelenggara kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah satu prinsip penting negara hukum
adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas
dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Pengertian peradilan menurut Mahadi yang dikutip oleh
Jaenal Aripin adalah suatu proses yang berakhir dengan memberikan keadilan
dalam suatu keputusan. Penyelenggaran kekuasaan kehakiman di Indonesia
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,
lingkungan Peradilan Pajak dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dengan
peradilan Pajak adalah salah satudari lima lingkungan peradilan yang diakui
eksistensinya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kewenangan di
lingkungan peradilan dibedakan menjadi dua, yaitu kewenangan relatif (relative
competentie) dan kewenangan absolut (absolute competentie).
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa pengetian
kompetensi relative dan kompetensi absolut di pengadilan?
2. Bagaimana kompetensi relative dan kompetensi absolut di
pengadilan pajak?
BAB II
Pembahasan
2.1.
Pengetian Kompetensi
Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Kompetensi dari suatu pengadilan
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis dan
tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan jenis dan lingkungan
pengadilan dibedakan atas Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan
Agama, dan
Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan Administrasi). Sedangkan berdasarkan
tingkatannya pengadilan terdiri atas Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan
Tinggi (Banding), dan
Mahkamah Agung (Pengadilan Tingkat Kasasi).
Dengan demikian jumlah pengadilan tingkat pertama ditentukan
oleh jumlah pemerintah daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya) yang ada, jumlah
pengadian tingkat tinggi (banding) sebanyak jumlah pemerintahan tingkat I
(provinsi),
Sedangkan Mahkamah Agung (kasasi) hanya ada di ibukota
Negara sebagai puncak dari semua lingkungan peradilan yang ada.
Ada beberapa cara untuk mengetahui kompetensi dari suatu
pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara : pertama, dapat dilihat dari pokok sengketanya. kedua dengan
melakukan pembedaan atas atribusi dan delegasi. ketigadengan
melakukan pembedaan atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
Dapat dilihat dari pokok sengketanya, apabila pokok
sengketanya terletak dalam lapangan hukum privat, maka sudah tentu yang
berkompetensi adalah hakim biasa (hakim pengadilan umum). Apabila pokok
sengketanya terletak dalam lapangan hukum publik, maka sudah tentu yang
berkompetensi adalah administrasi negara yang berkuasa (hakim PTUN).
Menurut Sjarah Basah pembagian kompetensi atas
atribusi dan delegasi dapat dijelaskan melalui bagan nerikut:
a. Atribusi berkaitan dengan pemberian wewenang
yang bersifat bulat (absolut) mengenai materinya, yang dapat
dibedakan:
1) Secara
horizontal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan
melekat dari suatu jenis pengadilan lainnya, yang mempunyai kedudukan
sederajat/setingkat. Contoh; Pengadilan Administrasi terhadap Pengadilan Negeri
(Umum), Pengadilan Agama atau Pengadilan Militer.
2) Secara
vertikal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu
jenis pengadilan terhadap jenis pengadilan lainnya, yang secara berjenjang atau
hirarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi. Contoh; Pengadilan Negeri (Umum)
terhadap Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
b. Distribusi berkaitan dengan pemberian wewenang,
yang bersifat terinci (relatif) di antara badan-badan yang sejenis mengenai
wilayah hukum. Contoh; Pengadilan Negeri Bandung dengan Pengadilan Negeri
Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.
Pembagian yang lain adalah pembagian atas kompetensi
Absolut dan KompetensiRelatif.
a. Kompetensi
Absolut
Menyangkut kewenangan badan peradilan apa untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara; sebagaimana diketahui berdasarkan pasal
10 UU 35/1999 kita mengenal 4 (empat)
lingkungan peradilan, yakni; peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer, dan peradilan tata usaha negara.
1) Kompetensi
Absolut Dari Peradilan Umum adalah memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil dan perkara
perdata, kecuali suatu peraturan perundang-undangan menentukan lain (Pasal 50
UU 2/1999).
2) Kompetensi
Absolut Dari Peradilan Agama adalah memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara-perkara orang yang beragama Islam dalam bidang perkawinan,
warisan, wasiat, hibah, waqaf, dan shadaqah (Pasal 49 UU 50/2009).
3) Kompetensi
Absolut Dari Peradilan Militer adalah memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara-perkara pidana yang dilakuka oleh anggota militer (baik dari
angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara , dan kepolisian).
4) Kompetensi
absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa,
mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha
negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian (Pasal 1 ayat 4 UU09/2004 PTUN) dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang
dimohonkan yang dimohonkan seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam
suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban
badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan (Pasal 3 UU 09/2004 PTUN).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah
atribusi dari Sjarah Basah itu sama dengan kompetensi absolut dan untuk istilah
delegasi adalah sama dengan kompetensi relatf.
. Contoh : Suatu tindak pidana yang
dilakukan oleh seorang anggota ABRI maka pengadilan yang berwenang untuk
mengadili adalah Pengadilan Militer
Kewenangan Relatif Pengadilan
Kewenangan relatif pengadilan merupakan kewenangan
lingkungan peradilan tertentu berdasarkan yurisdiksi wilayahnya, yaitu untuk
menjawab pertanyaan “Pengadilan Negeri wilayah mana yang berwenang untuk
mengadili suatu perkara?”. Dalam hukum acara perdata, menurut pasal 118 ayat
(1) HIR, yang berwenang mengadili suatu perkara perdata adalah Pengadilan
Negeri (PN) yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (actor
sequitur forum rei). Mengajukan gugatan pada pengadilan diluar wilayah
hukum tempat tinggal tergugat, tidak dibenarkan.
Persoalannya adalah, bagaimana jika seorang tergugat
memiliki beberapa tempat tinggal yang jelas dan resmi. Dalam hal ini, penggugat
dapat mengajukan gugatan ke salah satu PN tempat tinggal tergugat tersebut.
Misalnya, seorang tergugat dalam KTP-nya tercatat tinggal di Tangerang dan
memiliki ruko di sana, sementara faktanya ia juga tinggal di Bandung. Dalam hal
demikian, gugatan dapat diajukan baik pada PN di wilayah hukum Tangerang maupun
Bandung. Dengan demikian, titik pangkal menentukan PN mana yang berwenang
mengadili perkara adalah tempat tinggal tergugat dan bukannya tempat kejadian
perkara (locus delicti) seperti dalam hukum acara pidana.
Dalam hal suatu perkara memiliki beberapa orang tergugat,
dan setiap tergugat tidak tinggal dalam suatu wilayah hukum, maka penggugat
dapat mengajukan gugatan ke PN yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
salah seorang tergugat. Kepada penggugat diberikan hak opsi, asalkan tergugat
terdiri dari beberapa orang dan masing-masing tinggal di daerah hukum PN yang
berbeda.
Jika tergugat terdiri lebih dari satu orang, dimana tergugat
yang satu berkedudukan sebagai debitur pokok (debitur principal)
sedangkan tergugat lain sebagai penjamin (guarantor), maka kewenang
relatif PN yang mengadili perkara tersebut jatuh pada PN yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal debitur pokok tersebut.
Opsi lainnya adalah gugatan diajukan kepada PN yang wilayah
hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, yaitu dengan patokan apabila
tempat tinggal tergugat tidak diketahui. Agar tidak dapat dimanipulasi oleh
penggugat, tidak diketahuinya tempat tinggal tergugat itu perlu mendapat surat
keterangan dari pejabat yang bersangkutan yang menyatakan bahwa tempat tinggal
tergugat tidak diketahui. Misalnya, surat keterangan dari kepala desa.
Jika obyek gugatan mengenai benda tidak bergerak (benda
tetap), misalnya tanah, maka gugatan diajukan kepada PN yang daerah hukumnya
meliputi benda tidak bergerak itu berada. Jika keberadaan benda tidak bergerak
itu meliputi beberapa wilayah hukum, maka gugatan diajukan ke salah satu PN
atas pilihan penggugat. Namun jika perkara itu merupakan perkara tuntutan ganti
rugi berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) pasal 1365 KUHPerdata yang
sumbernya berasal dari obyek benda tidak bergerak, maka tetap berlaku
asas actor sequtur forum rei (benda tidak bergerak itu
merupakan “sumber perkara” dan bukan “obyek perkara”). Misalnya, tuntutan ganti
rugi atas pembaran lahan perkebunan.
Dalam perjanjian, terkadang para pihak menentukan suatu PN
tertentu yang berkompetensi memeriksa dan mengadili perkara mereka. Hal ini,
berdasarkan asas kebebasan berkontrak, bisa saja dimasukan sebagai klausul
perjanjian, namun jika terjadi sengketa, penggugat memiliki kebebasan untuk
memilih, apakah PN berdasarkan klausul yang ditunjuk dalam perjanjian itu atau berdasarkan
asas actor sequtur forum rei. Jadi, domisili pilihan dalam suatu
perjanjian tidak secara mutlak menyingkirkan asas actor sequitur forum
rei, dan tergugat tidak dapat melakukan eksepsti terhadap tindakan
tersebut.
2.2. Peradilan pajak
Menurut Istiani1,
Pengadilan Pajak didirikan dengan suatu asumsi bahwa upaya peningkatan
penerimaan pajak pusat, pajak daerah, bea masuk dan cukai, dalam
prakteknya, terkadang dilakukan
tanpa adanya peningkatan
keadilan terhadap para Wajib
Pajak itu sendiri.
Karenanya, masyarakat dalam
hal ini Wajib Pajak seringkali
merasakan bahwa peningkatan kewajiban perpajakan/bea tidak memenuhi
asas keadilan, sehingga
menimbulkan berbagai sengketa perpajakan sehingga dirasakan
adanya suatu kebutuhan untuk mendirikan suatu badan peradilan khusus untuk
menanganinya. Selanjutnya menurut Asmara,
kebutuhan adanya suatu
lembaga Peradilan Pajak didasarkan pada dua hal sebagai berikut:
Keberadaan lembaga
peradilan pajak bila
dikaitkan dengan konsep Negara
Hukum adalah untuk menegakkan konsep Negara Hukum itu sendiri yang menghendaki
adanya penegakkan hukum
oleh lembaga
peradilan. Hukum yang
ditegakkan disini adalah hukum dalam bidang perpajakan yang
terkait dengan penegakan hak dan kewajiban negara dan rakyat dalam rangka
pemungutan pajak oleh negara terhadap rakyatnya atau penduduk negara
Lembaga Peradilan
Pajak sebagai salah
satu lembaga perlindungan hukum
terutama berfungsi di
dalam memberikan
perlindungan terhadap Wajib
Pajak dan penanggung
pajak dari tindakan pemerintah
di dalam memungut pajak terhadap rakyat. Lembaga peradilan pajak disini
berperan di dalam menyelesaikan sengketa
pajak, yaitu sengketa
yang timbul dalam
bidang
perpajakan antara
Wajib Pajak dan
penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang.
Pendapat Asmara
diatas selaras dengan pendapat
Pudyatmoko yang dikutip oleh
Subki dan Djumadi yang menyatakan bahwa fungsi pengadilan pajak adalah bukan
sebagai penegak hukum
pajak semata, tetapi
juga sebagai instrumen perlindungan hukum
bagi rakyat selaku
Wajib Pajak ketika berhadapan dengan pemerintah sebagai
penguasa yang berkedudukan sebagai fiskus.
1.
Kompetensi relatif
Kompetensi
relatif Pengadilan Pajak tidak mengikuti kompetensi relatif badan peradilan di
lingkungan peradilan tata usaha negara. Kompetensi relatif
Pengadilan Pajak mencakup
seluruh wilayah hukum Indonesia.
2.
Kompetensi absolut
Adanya
kompetensi absolut Pengadilan Pajak berarti berwenang memeriksa dan memutus
sengketa pajak berupa banding maupun gugatan yang diajukan oleh pihak-pihak
yang berkehendak untuk memeriksa
dan memutus sengketa
pajak tidak boleh
dilakukan oleh badan peradilan
lainnya termasuk pengadilan
dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan
(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Kompetensi dari suatu pengadilan
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis
dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ada beberapa cara untuk mengetahui kompetensi dari suatu
pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara : pertama, dapat dilihat dari pokok sengketanya. kedua dengan melakukan pembedaan
atas atribusi dan delegasi. Ketiga dengan melakukan pembedaan
atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif.
Kompetensi
relatif Pengadilan Pajak tidak mengikuti kompetensi relatif badan peradilan di
lingkungan peradilan tata usaha negara. Kompetensi relatif
Pengadilan Pajak mencakup
seluruh wilayah hukum Indonesia
kompetensi absolut Pengadilan Pajak berarti
berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa banding maupun gugatan
yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkehendak untuk memeriksa dan
memutus sengketa pajak
tidak boleh dilakukan oleh badan
peradilan lainnya termasuk
pengadilan dalam lingkungan
peradilan tata usaha negara.
No comments:
Post a Comment