Saturday 22 June 2013

Hukum acara Mahkamah Konstitusi


ASAS dan SUMBER HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
a.       Beberapa Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yang meliputi sebagai berikut:

1.       Persidangan Terbuka untuk Umum

Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 13 menentukan bahwa persidangan terbuka untuk umum kecuali Undang-undang menentukan yang lain. Hali ini berlaku secara universal dan berlaku di semua lingkungan peradilan.
Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Mahkah Konstitusi menentukan secara khusus bahwa siding Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali Rapat Permusyawaratan Hakim. Keterbukaan ini merupakan salah satu bentuk social control dan juga bentuk akuntabilitas hakim. Transparasi dan akses public secara luas dilakukan Mahkamah Konstitusi dengan membuka, bukan hanya siding tetapi juga proses persidangan yang dapat di lihat atau dibaca melalui transkripsi, berita acara, dan putusan yang dipublikasikan lewet situs internet. Hal ini merupakan langka jauh yang diambil untuk mengefektifkan control terhadap Mahkamah Konstitusi.

2.       Independen dan Imparasial

Pasal 2 undang-undang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelengarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan, pasal 3 undang-undang kekuasaan kehakimaan menyatakan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
Independensi atau kemandirian tersebut sangat berkaitan erat dengan sikap imparsial atau tidak memihak hakim baik dalam pemeriksaan maupun dalam pengambilan keputusan. Hakim yang tidak independen atau mandiri tiodak dapat diharapkan bersikap nertal atau imparasial dalm menjalankan tugasnya. Demikan juga bidang tertentu dan tidak mampu mengatur dirinya secara mandiri tugasnya. Independensi dan imparsialitas merupakan konsep yang mengalir dari doktrin separation of powers yang harus dilakukan secara tegas agar cabang-cabang kekuasaan Negara tidak saling mempengaruhi.

3.       Peradilan dilaksanakan sacara Cepat, Sederhana dan Murah

Pasal 4 ayat (2) Undang-udang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penjelasaan atas ayat (2) tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efesian dan efektif, sedangankan biaya murah adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Keduanya tanpa mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan.

4.       Hak untuk didengar secara seimbang

Dalam perkara yang diperiksa dan diadili di peradilan biasa, baik penggutan maupun tergugat, atau penuntut umum maupun terdakwa mempunyai hak yang sama untuk didengar keterangannya secara berimbang dan masing-masing pihak mempunyai kesempatan yang sama mengajukan pembuktian untuk mendukung dalil masing-masing. Dalam nuasa yang sedikit perbeda, pada pengujian undang-undang maka pemohon dan pemerintah serta DPR maupun pihakl yang berkaitan langsung dengan undang-undang yang dimohonkan untuk diuji juga diberi hak yang sama untuk didengar.

5.       Hakim aktif dan juga pasif dalam proses persidangan

Pernyataan ini sesungguhnya dapat dilihat paradoksal, karena sikap pasif sekaligus aktif harus dianut hakim. Akan tetapi, adanya karakteristik khusus perkara konstitusi yang kental dengan kepentingan umum ketimbang kepentingan perorangan telah menyebabkan proses persidangan tidak dapat diserahkan melulu pada inisiatif pihak-pihak. Mekanisme constituonal control harus digerakan pemohon dengan satu permohonan dan dalam hal demikian hakim bersekap pasif dan tidak boleh secara akaif melakukan inisiatif untuk menggerakakan mekanime Mahakamah Konstitusi memeriksa perkara tanpa diajukan didaftar dan mulai diperiksa, disebabkan adanya kepentingan umum yang termuat di dalamnya secara langsung maupun tidak langsung akan memaksa hakim untuk bersikap aktif dalam proses dan tidak menguntungkan proses hanya maupun bukti-bukti yang dianggap perlu untuk membuat jelas dan terang hal yang diajukan dalam permohonan tersebut.

6.       Ius curia novit

Pasal 10 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “ pengadilan dilarang menolak memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dengan kata lain, pengadilan dianggap mengetahui hukum yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya sehingga pengadilan tidak boleh menolak perkara karena berpendapat bahwa hukumnya tidak jelas.

b.      Sumber-sumber hukum acara Mahkamah Konstitusi, yaitu;
1.       Undang-undang Mahkamah Konstitusi
2.       Peraturan Mahkamah Konstitusi
3.       Yurispundensi Mahkamh Konstitusi RI
4.       Undang-undang Hukum Acara Perdata, Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hukum acara Pidana Indonesia.
5.       Pendapat Sarjana (doktrin)
6.       Hukum acara dan yurispundesi Mahkamah Konstitusi Negara lain.
Sumber-sumber hukum acara yang disebutkan dalam angka 4,5,dan 6 merupakn sumber tidak langsung yang sebaiknya diambil alih melalui peraturan Mahkamah Konstitusi karena kebutuhan praktik yang timbul disebabkan kekosongan dalam pengaturan dalam pengaturan hukum acara.

PERMOHONAN

1.       Syarat da nisi permihonan

Undang-undang Mahkamah Konstitusi menyebutkan, semuanya mengajukan dengan permohonan tertulis dan syarat-syarat yang diuraikan dalam pasal 31 sbb:
a.       Memuat nama dan alamat permohonan
b.      Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan
c.       Hal-hal yang diminta untuk diputuskan
Permohonan tersebut harus dengan melampirkan bukti-bukti sebagai pendukung yang menunjukkan pemohon bersungguh-sungguh. Bukti-bukti tersebut tentu saja merupakan bukti awal yang dapat diajukan pemohon karena selama persidangan berlangsung pemohon masih tetap dapat mengajukan bukti-bukti yang dianggap pentung untuk mendukung permohonananya. Dengan kata lain, permohonan pemohon harus membuat indentitas pihak-pihak, posita dan petitum.
Dalam pengujian undang-undang dan sengketa kewenangan antara lembaga Negara harus juga dikemukakan hak dan kewenangan konstitusianalnya. Akan tetapi, Undang-undang Mahkamah Konstitusi tidak mengharuskan disebutnya “termohon”. Meskipun tidak haruskan untuk menyebutkan identitas termohon namun khusus dalam perkara sengketa kewenangan antarlembaga Negara perselisihan hasil pemilihan umum, dan pembubaran partai politik, dari posita atau duduk perkaranya maupun keputusan yang diminta dengan sendirinya akan menjelaskan identitas pihak termohon tersebut.
Dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap undang-undang Dasar, pihak pembuat undang-undang, yaitu DPR maupun pemerintah yang membuat undang-undang atas dasar hak inisiatifnya, tentu dengan sendirinya akan dipanggil untuk memberi keterangan meskipun mungkin berada dalam posisi yang tidak membela undang-undang tersebut dalam kenyataannya. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR selalu akan diminta untuk hadir memberi keterangan baik secara lisan maupun tertulis.

2.       Pendaftran permohonan

Setiap yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi telah dahulu harus melalui pemeriksaan  akan kelengkapan permohonan. Pemerikasaan ini dilakukan oleh panitera Mahkamah Konstitusi yang bersifatnya merupakan pemeriksaan administrative. Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan baik jumlah rangkap maupun syarat-syarat lain dalam hal suarat kuasa dari pemohon kepada kuasanya serta syarat-syarat formil identitas dan uraian yang menajdi dasar permohonan maupun alat bukti awal untuk diperbaiki dan dilengkapi.

PERSIDANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

A.      Pemerikasaan Pendahuluan

1.       Tujuan pemeriksaan pendahuluan

Pemerikasaan pendahuluan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan hakim dan dihidari pemohon untuk mempersiapkanm permohonan tersebut secara lengkap sebelum ndiadakan persidangan, baik untuk mendengar keterangan dari pemerintah , DPR, maupun pihak terkait dengan cara yang efektif, efisien dan lancer. Sifat pemeriksaan pendahuluan adalah infomatif, dalam arti pemeriksaan pendahuluan dimaksudkan untuk memberi penjelasan dan memperoleh informasi, sehingga masalah yang diajukan dapat dipahami secara baik dan benar oleh hakim maupun oleh pemohon sendiri.
Dalam menghindari kompleksitas dan kesulitan maka harus dielakan adanya hal-hal yang sifatnya mendadak di mana pihak-pihak tidak mempersiapkan sebelumnya karena adanya unsur pihak-pihak dan diajukan ketika proses sedang berjalan. Hal itu dapat berupa jumlah saksi maupun ahli yang tidak memperhitunkan factor waktu di mana diajukan saksi atau ahli sekaligus secara banyak dan serentak.

2.       Laporan panel pada pleno

Setelah semua permasalahan yang diuraikan di atas telah dapat ditata, maka perbaikan permohonan yang disarankan hakim atau yang diinginkan pemohon serta kelengkapan bukti-bukti lain telah dapat diajukan tanpa harus menunggu jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari. Perbaikan yang telah dilakukan hendaknya diajukan bersama hal yang diminta sidang pendahuluan pertama, baik kelengkapan permohonan berupa bukti, daftar saksi dan ahli, pokok pernyataan saksi dan ahli dan hal-hal lain yang telah dinyatakan sebelumnya.
Semua hal ini akan dipastikan dalam sidang pendahuluan yang diadakan khusus untuk ini sebelum panel melaporkan bahwa sidang memeriksaan perkara yang menghadirkan pemerintah, DPR atau pihak terkait. Laporan panel akan sertai pendapat atau rekomendasi yang menyatakan bahwa perkara yang diajukan dari segi kewenangan maupun legal standing telah memenuhi syarat dan cukup layak untuk didengar di depan sidang pleno dengan menghadirkan pemerintah, DPR atau pihak terkait.

B.      PEMERIKASAAN PERSIDANGAN

1.       Kehadiran kuasa

Pasal 43 Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa pemohon dan atau termohon dapat didampingi atau bdiwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus. Akan tetapi, khusus untuk permohonan pengujian undang-undang karena sifatnya yang lebih banyak mendengarkan keterangan pemerintah maupun DPR dan atau DPD tentang riwayat proses pembentukan Undang-undang yang dimohonkan untuk diuji, maka pendapat yang mengemuka dari hakim-hakim Mahkamah Konstitusi adalah bahwa tidak tepat untuk pemerintah maupun DPR dan atau DPD memberi kuasa kepada pihak lain dalam hal ini pengecara yang professional tidak mengetahui proses pemebentukan undang-undang yang bersangkutan.

2.       Jalannya persidangan

Sidang dalam pemeriksaan perkara yang dilakukan secara pleno oleh undang-undang diharuskan kehadiran 9 hakim Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi,karena alas an yang luar biasa, sidang dapat dilaksanankan dengan 7 orang hakim konstitusi. Keadaan luar biasa tersebut tidak diatur lebih jauh dalam undang-undang Mahkamah Konstitusi, tetapi praktek Mahkamah Konstitusi menunjukan 3 hal yang dipandang sebagai keadaan luar biasa penyebab pleno sidang Mahkamah Konstitusi dapat dilaksanakan 7 orang hakim saja. Anatara laian adanya (1) anggota keluargha yang meninggal, (2) hakim sedang dalam keadaan sakit dan (3) adanya tugas Negara yang tidak dapat dihindarkan.


PEMBUKTIAN

                Tujuan pembuktian dalam Hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah untuk memberikan kepastian akan kebenaran secara materil adanya fakta peristiwa dan hukum sebagaiaman didalilkan pemohon, kebenaran materil demikian pun tetap tidak dapat dikatakan mutlak. Yang diperoleh memang masih kebenaran yang ada dalam kemungkinan paling besar karena saling kenyakinan hakin tetap subjektif.
                Dalam pasal 24c UUD 1945 maupun pasal 10 Undang-undang Mahkamh Konstitusi, terdapat 6 dalil yang dapat diajukan dan harus dibuktikan seorang pemohon. Masing-masing dalil tersebut sebagai berikut.
1.       Pembentukan undang-undang tidak memenuhi kewenagan lembaga diharuskan oleh UUD 1945, baik dilihat dari kewenagan lembaga maupun segala prosedur pembentukannya.
2.       Materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945.
3.       Kewenagan lembaga Negara yang diberikan UUD 1945, baik sebagian atau seluruhanya tumpang tindih atau diambil alih oleh lembaga Negara lain atau ditiadakan oleh lembaga negara leinb secara bertentang dengan UUD 1945.
4.       Hasil perhitungan suara dalam pemilu yang dilakukan KPU telah dilakukan secara salah sehingga mempengruhi terpilihnya seorang pemohon sebagai anggota DPR,DPD,DPRD,Presiden/wakil presiden dan perhitungan yang benar adalah sebagaimana dibuktikan pemohon.
5.       Partai politik tertentu melakukan atau mengubah ideology, asas, tujuan, program dan kegiatan partai politik yang bertentangan dengan UUD 1945.
6.       Presideng/wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden/wakil presiden.

Alat bukti yang disebut dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi adalah Sebagai Berikut;
a.       Surat atau lisan
b.      Keterang saksi
c.       keterangan ahli
d.      Keterang para pihak
e.      Petunjuk
f.        Alat bukti berupa informasi yang diucapakan, dikirimkan , diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat opik atau yang serupa dengan itu.

ATURAN-ATURAN YANG KHUSUS

Permohonan yang memuat uraian yang jelas dalam bahasa Indonesia disampaikan sebanyak 12 rangkap. Permohonan memuat bagian (1) identitas pemohon, (2) uraian tentang duduk perkara atau dasar permohonan,(3) pengujian yang diminta formal atau materil dan (4) poko tuntuan yang diminta. Permohonan yang disahkan setelah dibubuhi materai secukupnya.
Pasal 28 ayat (4) Undang-Udnag Mahkamah Konstitusi memberi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi untuk membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri atas sekurang-kurangnya 3 orang hakim konstitusi yang bertugas-tugasnya ditentukan oleh pleno itu sendiri. Tugas panel adalah
a.       Melaksankan pemerikasaan pendahuluan
b.      Memeriksa alat-alat bukti
c.       Memeriksa saksi dan ahli yang secara khusus ditugaskan pleno untuk melaksanakan oleh panel
d.      Memberi laporan hasil pemeriksaan pendahuluan, yang menyatakan kesiapan untuk pemerinksaan pleno
e.      Memberikan rekomendasi langka yang akan dilakukan pleno atas perkara permohonan yang bersangkutan
Dalam pemerikasaan pendahuluan panel hakim akan melakukan hal-hal berikut ini
a.       Memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi kewenagan, legal standing dan pokok permohonan.
b.      Memberikan nasihat kepada pemohon dan kuasanya untuk melengkapi atau memperbaiki permohonan dalam tempo 14 hari
c.       Mencocokan alat-alat bukti yang diajukan dan menanyakan perolehan alat bukti yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan
d.      Menunda dan melanjutkan pemeriksaan pendahuluan untuk memriksa perbaikan permohonan dan kelengkapannya.


PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Jenis putusan Mahkmah KOnstitusi yang disimpulkan dari amarnya dapat dibedakan antara putusan yang bersifat declaration,constitutief dan condemnatoir.suatu putusan dikatakan comdemnatoir kalau putusan tersebut berisi penghukuman terhadap tergugat atau termohon untuk melakkukan suatu prestasi. Hal itu timbul karena adanya perikatan yang didasarkan pada perjanjian atau undang-undang. Akabat dari adannya putusan condemnatoir ialah diberikanya hak kepada penggugat/ pemohon untuk meminta tindankan eksekutorial terhadap tergugat.
Perkara di Mahkamah Konstitusi yang dapat dipandang akan memberi kemungkinan putusan yang bersifat condemnatoir yang memberi hukuman pada pihak termohon untuk melakukan atau melakukan satu perbuatan adalah sengketa anatrlembaga Negara.
Putusan declaratoir adalah putusan di mana hakim manyatakan apa yang menjadi hukum. Putusan hakim yang menyatakan permohonan atau gugatan ditolak merupakan satu putusan yang bersifat declaratoir. Hakim dalm hal ini menyatakan tuntutan atau permohonan tidak mempunyai dasar hukum berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Putusan constitutief adalah putusan yang meniadakan satu keadaan hukum atau menciptakan satu keadaan hukum yang baru. Menyatakan satu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945 adalah meniadakan keadaan hukum yang timbul karena undang-undang yang menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan sendirinya, putusan itu mencptakan satu keadaan hukum yang baru.
Putusan Mahkamah Konstitusi dengan amar yang menyatakan bagian undang-undang, pasal atau ayat tertentu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, putusan tersebut telah mempunyai kekuatan mengikat sejak diumumkan dalam sidang terbuka untuk umum. Namun, sebagai syarat untuk diketahui secara umum, putusan demikian, diumumkan dalam berita nagara dalam diucapkan. Tidak dibutuhkan adanya satu aparatur khusus untuk melaksanakan putusan tersubut, karena sifatnya hanya declaratior.
Yang menjadi persoalan hukum sejarang jikalau undang-undang yang akan diberlakukan harus lebih dahulu diumumkan dan dimuat dalm lembaran Negara mengapa putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan undang-udang tersebut melalui hanya di umumkan dalam berita Negara, sehingga akabat hukum putusan yang sederajat dengan undang-undang yang dibatalkan teoritis merupakan masalah hukum yang serius



1 comment: