Saturday 22 June 2013

Hukum Pidana Indonesia


BAB 1.

PENGERTIAN HUKUM PIDANA
A.      PENANTAR

Hokum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran atau perbuatan terlarang yang di ancam dengan hukuman berupa sanksi atau siksaan yang di atur dalam uu.

B.      PENGARTIAN NORMA, NILAI DAN SANKSI
Norma atau kaidah adalah anggapan-anggapan yang sedikit atau banyak mengikatperbuatan seseorang dalam masyarakat atau suatu kelompok dalam masyarakat. Norma dan kaidah mengandung apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan atau apa yang di harapkan (yang patut) atau tidak di harapkan (tidak patut).tujuan dibuatnya norma adalah masyarakat atau kelompok masyarakat adalah agar di patuhi perintahnya atau di jauhi laranganya. Kemudian agar norma itu dapat di patuhi, maka dalam sebuah norma terdapat pula sebua SANKSI atau PENGUAT. Sanksi di bedakan menjadi sanksi formil dan sanksi nonformil, sanksi formil adalah yang di rumuskan dan di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Di dalam masyarakat di kenal banyak norma sepertinorma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma keagamaan.

C.      ADRESSAT DARI NORMA HUKUM
Yang menjadi sasaran dari norma hokum adalah arga masyarakat. Dalam pada itu norma hokum yang berbentuk peraturan hokum itu juga menjadi pedoman bagi alat perlengkapan masyarakat (Negara) dalam hal melaksanakan aturan-aturan itu.

D.      PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Menurut pompe (1953: 1) hukum pidana adalah semua aturan-aturan hokum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatanapa yang seharusnya di jatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu.
Simons (1921: 1), memberikan hokum pidana sebagai:
1.       Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara di ancam dengan nestapa, yaitu suatu pidana apabila tidak di taati;
2.       Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana;
3.       Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana

Menurut Moeljatno (1987: 1), hokum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hokum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1.       Menentukan berbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh di lakukan;
2.       Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat di kenakan dan dapat di jatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3.       Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat di laksanakan  apabila ada orang yang di sangka telah melanggar larangan tersebut..
                Menurut Mazger (dalam sudarto: 1990): hokum pidana adalah aturan hokum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana.  Aturan hokum mengatur tentang:
1.       Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu;
2.       Pidana.
Pidana adalah siksaan yang sengaja di bebankan kepada orang  yang melakukan perbuatan  yang memenuhi syarat-syarat terentu itu.
Pasal 10 KUHP: Pidana terdiri atas:
1.       Pidana pokok:
a.       Pidana mati
b.      Pidana penjara
c.       Kurungan denda
d.      Pidana tutupan (ditambahkan kedalam KUHP dengan UU NO. 20 tahun 1946)
2.       Pidana tambahan:
a.       Pencabutan hak-hak tertentu.
b.      Perampasan barang-barang tertentu
c.       Pengumuman putusan hakim.

Stelsel pidana konsep KUHP diatur dalam pasal 62 sebagai berikut:
1.       Pidana pokok terdiri atas
a.       Pidana penjara;
b.      Pidana tutupan
c.       Pidana pengawasan;
d.      Pidana denda;
e.      Pidana kerja social

2.       Untuk pidana seprti yang dimaksud pada ayat (1) menentukan berat ringanya pidana.


Pasal 63.
Pasal 64
Pasal 65

E.        JENIS-JENIS HUKUM PIDANA
1.       Hokum pidana materil
a.       Aturan-aturan yang menetapkan dan merumusklan perbuatan-perbuatan yang dapat di pidana;
b.      Aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana;
c.       Ketentuan mengenaoi pidana
2.       Hokum pidana formil adalah hokum pidana yang mengatur kewenangan Negara (melalui aparat penegak hokum) melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana.
Selain itu jenis hokum pidana dapat pula di bagi menjadi:
1.       Hokum pidana umum (algemene strafrecht) memuat aturan-aturan hokum pidana yang berlaku pada setiap orang (KUHP ULLAJ)
2.       Hokum pidana khusus (hijzondere strufrecht) memuat aturan-aturan pidana yang menyimpang dari hokum pidana umum yang menyangkut:
a.       Golongan atau orang tertentu, misalnya;; golongan militer di atur dalam KUHPMM
b.       Berkaitan dengan jenis-jenis tertentiu.
c.        
F.       BAGIAN UMUM DAN BAGIAN KHUSUS DALAM HUKUM PIDANA
1.       Bagian umum
Berisi ketentuan-ketentuan ukum pidana yang berlaku untuk seluruh lapangan pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun yang di luar  KUHP, kecuali di tentukan lain.
2.       Bagian khusus
Di isi perbuatan-perbuataan yang dapat di pidana dan ancaman pidananya. Bagian husus ini di atur dalam buku II dan III. Buku II mengatur tentang  kejahatan (pasal 104-488), sedangkkan buku III mengatur tentang pelanggaran (pasal 489-569)

G.     ILMU HUKUM PIDANA DAN KRONOLOGI
Ilmu hokum pidana berfungsi member keterangan hokum pidana yang berlaku. Tujuan mempelajari ilmu hokum pidana adalah agar aparat penegak hokum dapat meneraokan aturan-aturan hokum pidana tersebut secara benar dan adil. Ilmu hokum pidana harus memenuhi;
1.       Menganalisa dn menyusun secara sisitematis aturan-aturan tersebut.
2.       Mencari azas-azas yang menjadi dasar dari peraturan-peraturan UU pidana.
3.       Member penilain terhadap azas-azas itu sendiri apakah azas-azas itu sudah dengan nilai dari Negara atau bangsa yang bersangkutan dan selanjutnya juga.
4.       Menilai apakah peraturan-paraturan pidana yang berlaku sejalan dengan azas-azas tadi (sudarto, 1990: 14)
Objek dari kriminologi adalah kejahatan sebagai gejala masyarakat (social phaenomeen) yang terjadi secara konkrit dalam masyarakat dan orang-orang yang melakukan kejahatan.
Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan sebagai:
1.       Gejala masyarakat
2.       Sebab-sebab kejahatan
3.       Reaksi masyarakat terhadap kejahatan

H.      SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
Sumber utama hokum pidana adalah hokum pidana yang tartulis. Secara yuridis hokum adat di akui berlaku di Indonesia berdasarkan UU NO .1?Drt?1951 pasal 5 ayat (3).
Induk hokum pidana positif (ius constitutum) adalah KUHP. Nama aslinya wetboek van strafrecht voor nederlandsch indie (WvSNI).  KUHP berlaku di Indonesia berdasrkan UU NO. 1 tahun 1946 tentang perubahan KUHP./ kemudian perubahan terbaru UU NO. 27 tahun 1999 tentang perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan Negara.
Pada era reformasi peradilan adat berusaha di hidupkan kembali berdasarkan ketentuan yang di atur dalam pasal 101 UU NO. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah.


BAB 11.
TEORI-TEORI TENTANG TUJUAN HUKUM PIDANA DAN PEMIDANAAN
A.      FUNGSI HUKUM PIDANA
1.       Fungsi umum hokum pidana adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata kehidan bermasyarakat.
2.       Fungsi khusus hokum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hokum dari perbuatan yang hendak memperkosanya, dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hokum lain.
Fungsi khusus hokum pidana dapat di bagi menjadi 3;
1.       Funsi primer, yaitu; sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan atau sarana untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat;
2.       Fungsi sekunder , yaitu; untuk menjaga agar penguasa dalam menanggulangi kejahatan itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang di gariskan dalam hokum pidana
3.       3fungsi skunder, yaitu; usaha melindungi masyarakat dari kejahatan hendaknya menggunakan upaya-upaya lain terlebih dahulu.
B.      TEORI TENTANG TUJUAN HUKUM PIDANA
Didalam mempelajari  tujuan hokum pidana terdapat 3 aliran yang berusaha menjelaskan , berdasarkan alam pikiran masing-masing aliran pada waktu itu di ajarkan yaitu;
1.       Aliran klasik (classieke school)
2.       Aliran modern (modern school)
3.       Aliran neoklasik ( neoclasieke school)

C.      TEORI-TEORI TENTANG TUJUAN PEMINDANAAN
1.       Teori absolute
Menurut teori ini, di jatuhkan pidana pda orang yang melakukan kejahtan adalahsebagai konsekuensi logis dari dilakukanya kejahatan.
2.       Teori relative
Menurut teori ini tujuan dari pemindanaan terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Maka teori tujuan ini mempunyai beberapa teori diantaranya;
a.       Teori prevensi umum (general preventive)
b.      Teori prevensi khusus (special preventive)
3.       Toeri gabungan
Dasar hokum pada teori gabungan ini, pada jalan pikiran bahwa hokum pidana itu hendaknya merupakan gabungan dari tujuan untuk pembalasan dan perlindungan masyarakat.
4.       Teori intregative
Teori ini diperkenalkan oleh Prof. Dr.  Muladi, guru besar dari fakultas hokum universitas diponegoro.

 BAB 111.
AZAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
A.      AZAS BERLAKUNYA UU PIDANA MENURUT WAKTU
Azas ini di kenal dengan azas legalitas. Dalam KUHP azas legalitas dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) . azas legalitas dalam konsep KUHP 2004 juga diatur secara tegas. Pasal 1 ayat (1).
1.       Suatu tindak pidana harus di rumuskan terlebih dahulu kedalam uu pidana
2.       Tidak boleh menggunakan analogi di dalam menerapkan uu pidana
Analogi artinya suatu peraturan hokum menyebut dengan tegas suatu kejadian yang di atur, akan tetapi peraturan itu dipergunakan juga bagi kejadian lain yang terang tidak di sebut dalam peraturan itu tetapi ada banyak persamaanya dengan kajadian yang di sebut tadi.

PENGARTIAN INTERPRETASI
Cara penafsiran tidak boleh sembarangan, tetapi harus sistematis sesuai aturan-aturan yang di tentukan dalam hokum pidana, seperti;
1.       Melakukan penafsiran secara otentik
2.       Penafsiran menurut penjelasan uu,
3.       Penafsiran menurut yurisprudensi,
4.       Penafsiran menurut doktrin.
Menurut tatabahasa (gramatikal) memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan tatabahasa.
Secara sistematis, jika satu istilah di cantumkan ke dalam 2 pasal, maka pengertianya juga harus sama.
Penafsiran history, mempelajari sejarah yang berkaitan dengan pembukaan uu ybs, agar dapat di temukan pengertian dan suatu istilah yang di maksut.
Penafsiran teleologis, mencari tujuan atau maksut dari suatu peraturan atau uu di buat.
Penafsiran ekstensif (memperluas), memperluas suatu pengertian dari suatu istilah, berbeda dengan pengertian  yang di gunakan sehari-hari.
 AZAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT
Mengenai ruang lingkup berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut tempat dapat di sebut beberapa azas;
1.       Azas teroterial,
Azas ini terdapat dalam pasai 2,3,95 KUHP.
Dalam azas ini berarti, perbuatan tindak pidana yang terjadi atau di lakukan di Indonesia, yang menggunakan berbagai kendaraan Indonesia, dan yang bertujuan untuk Indonesia.
2.       Azas personalitas (nasional aktif)
Azas ini mmengatakan bahwa peraturan hokum pidana berlaku begi setiap warga Negara Indonesia, yang melakukan tindak pidana, baik di dalam negri maupun di luar negri.
Mengenai orang yang melakukan tindak pidana di atur dalam pasal 5 KUHP. Golongasn yang kedua itu sifatnya lebih umum, dan ini di atur dalam pasal 5 ayat (2) KUHP
3.       Azas perlindungan (azas nasional pasif)
Azas ini membuat prinsip bahwa aturan hokum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan hukun Negara Indonesia, baik itu di lakukan warga Negara Indonesia atau bukan, yang di lakukan di luar Indonesia. Ketentuan itu di atur dalam pasal 4 KUHP
4.       Azas universal,
Azas universal yaitu peraturan-peraturan hokum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana baik itu di lakukan dalam negri atau di luar negri. Dan juga di lakukan oleh warga Negara sendiri atau warga Negara asing. Ini di atur dalam pasal 4 ke 2 KUHP.
B.      TEMPAT TERJADINYA TINDAK PIDANA (LOCUS DELICTI)
Untuk teori menetapkan locus delicti ada 3 teori;
1.       Teori perbuatan materiil,
Tempat tindak pidana di tentukan oleh jasmaninya yang di lakukan oleh si pembuatdalam mewujudkan tindak pidana itu
2.       Teori instrument
Dalam hal ini tempat terjadinya delik ialah tempat bekarjanya alat yang di pakai si pembuat.
3.       Teori akibat,
Dalam teori ini yang menjadi ukuran untuk locus delicti ialah tempat akibat terjadinya di dalam delik itu.




BAB IV
TINDAK PIDANA

A.      ISTILAH TINDAK PIDANA
Beberapa istilah tindak pidana yang di kenal;
1.       Delik (delic)
2.       Peristiwa pidana (e. Utrecht)
3.       Perbuatan pidana (moeljatno)
4.       Perbuatan-perbuatan yang dapat di hokum
5.       Hal yang di ancam dengan hokum
6.       Perbuatan-perbuatan yang di ancam dengan hokum
7.       Tindak pidana (sudarto dan di ikikuti pembentukan uu sampai sekarang)

B.      PENGARTIAN DAN UNSUR0UNSUR TINAK PIDANA
1.       Pengertian tindak pidana
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hokum pidana (yuridis normative). Yuridis normative adalah perbuatan seperti yang terwuujud in-abstracto dalam peraturan pidana.
Menurut para ahli;
a.       Pompe
Definisi menurut toeri adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang di lakukan karena kesalahan pelanggar dan di ancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hokum dan menyelamatkan kesejahteraan masyarakat.
Definisi menurut hokum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan uu di rumuskan sebagai perbuatan yang dapat di hokum (dalam bambang poernomo, 1981: 86).
b.      Ssimens
Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang di ancam oleh pidana yang bersifat melawan hokum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang di lakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. (dalam moeljatno, 1987: 56).
c.       Vos
Tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia  yang di ancam pidana oleh peraturan uu, jadi suatu kelakuan yang di umumnya dilarang dan di ancam oleh pidana (dalam bambang poernomo, 1981: 86).
d.      Van hamel
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang di rumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hokum, yang patut di pidana dan di lakukan dengan kesalahan (moeljatno, 1987: 56).
e.      Moeljatno
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang di larang oleh suatu aturan hokum, larangan mana di sertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut
f.        Wirjono pujodikoro
Tidak pidana adalah suatu tindakan yang pelakunya dapat di pidana.

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang di kemukakan oleh para pkar hokum dapat di lihat bahwa pada tataran teoristis tidak ada kesatuan pendapat.m mwnurut para ahli terdapat 2 pandangan yang saling bertolak belakang, yaitu
1.       Aliran monistis, yaitu pandangan yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban pidana.
2.       Aliran dualistis, yaitu alirang yang memisahkan antara di larangnya suatu perbuatan pidana dan dapat di pertanggungjawabkan si embuat.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
                Unsure-unsurnya,
a.       Perbuatan manusia
b.      Ancaman dengan pidana
c.       Melawan hokum
d.      Dilakukan dengan kesalahan
e.      Orang yang mampu bertanggung jawab.

C.      RUMUSAN TINDAK PIDANA
Dalam setiap perundang-undangan hokum pidana selalu di sertakan perumusan norma hokum dan sanksi. Terdapat 3 perumusan norma, yaitu
1.       Di sebutkan satu persatu unsure-unsur perbuatan,
2.       Tidak di uraikan, tetapi di sebutkan kualifikasi delik,
3.       Penggabungan csrs pertama dan kedua.
Sedangkan penempatan norma dan sanksi terdapat 3 cara, yaitu:
1.       Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal,
2.       Penempatan terpisah, artinya penempatan norma dan sanksi berada di pasal atau ayat yang terpisah,
3.       Sanksi pidana telah di cantumkan terlabih dahulu.

D.      JENIS0JENIS TINDAKAN PIDANA
1.       Kejahatan dan pelanggaran,
Terdapat dua pendapat mengenai pembedaan kejahatan dan pelanggaran, yaitu;
-          Perbedaan secar kualitatif
a.       Kejahatan adalah rechtsdelic, artinya perbuatan yang bertentangan dengan keadilan
b.      Pelanggaran adalah wetsdelic, perbuatan yang di sadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena uu menyebutnya sebagai delik.
-          Perbedaan secara kuantitatif,
Perbedaan ini di dasarkan pada aspek kriminologis. Yaitu pelanggaran lebih rigan dari kejahatan.
2.       Delik formil dan delik materiil
Delik farmil adalah delik yang perumusanya di tyitik beratkan kepada perbuatan yang di larang oleh uu.
3.       Delik commisionis dan delik koomissionos per omissionis omissa,
Delik comissionis adalah delik berupa pelanggaran terhadan larangan.
Delik omissionis adalah delik berupa langgaran terhadap perintah, yaitu tidak melakukan sesuatu yang tidak di perintahkan.
Delik comissionis per omissionis omissa adalah delik yang berupa pelanggaran larangan, tetapi dapat di lakukan dengan cara tidak berbuat.
4.       Delik dolus (pasal 187,197 dan delik culpa (kealpaan) pasal 195 dan 359).
5.       Delik tunggal (dilakukan satu kali) dan delik gaNDA 9DI LAKUKAN BEBERAPA KALI
6.       Delik yang terjadi terus,
7.       Delik aduan,
Delik aduan di bedakan;
-          Delik aduan absolute adalah delik yang hanya dapat di tuntut atas dasar pengaduan,
-          Delik aduan relative adalah delik yang merupakan delik biasa, tetapi ada hubungan-hubungan istimewa antara pembuat dan korban, lalu menjadi delik aduan,
8.       Delik seerhana dan delik yang ada pemberatan.
9.       Delik ekonomi dan bukan dlik ekonomi,
10.   Kejahatan ringan (pasal 364,373, 375, dll)

E.       SUBJEK TINDAK PIDANA
Subjek tindak pidana berupa manusia, badan hokum, perkumpulan.

BAB V
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT
A.      TEORI-TEORI KAUSALITAS
Dalam mencari sebab akibat suatu tindak pidana ada beberapa teori yang terkenal yaitu;
1.       Teori condition sine qua non (teori ekuivalensi) artinya, syarat-syarat tanpa mana tidak
2.       Teori individualisasi, inti dari teori ini adalah dari semua peristiwa yang terjadi, hanya di cari satu peristiwa saja, yang di anggap suatu sebab dari akibat itu.
3.       Teori generalisasi (teory adequant) teori ini mendasarkan penelitianya pada fakta sebelum tindak pidana terjadi.
4.       Teori adequant yang subjektif,
5.       Teori adequant yang objektif di perkenalkan oleh Rumelin.

B.      AJARAN KAUSALITAS DALAM PRAKTEK PERADILAN
Pengadilan tidak mempedomani ajaran kausalitas yang ad secara khusus.


BAB VI
SYARAT PEMINDANAAN

Syarat-syarat pemindanaan sebagai berikut

SYARAT PEMIDANAAN













pBAB VII
PERBUATAN/ TINDAK PIDANA

A.      PENGERTIAN PERBUATAN
Perbuatan manusia yang bersifatpositif maupun negative itu di katakana sebagai tindsk pidana harus memenuhi unsur0unsur berikut;
1.       Perbuatan itu harus memenuhi rumusan uu
2.       Perbuatan itu harus bersifat melawan hokum

B.      PENGERTIAN SIFAT MELAWAN HUKUM
Suatu perbuatan itu di katakana melawan hokum, apabila perbuatan itu masuk ke dalam rumusan delik sebagaimana telah di rumuskan dalam uu.
Maka sifat melawan hukumnya perbuatan dapat di bedakan menjadi dua yaitu;
1.       Sifat melawan hokum yang formil,
SMH formil meliputi dua hal, yaitu
a.       Perbuatan itu melawan hokum, apabila di ancam pidana oleh uu
b.      Perbuatan yang di ancam pidana itu bias tidak di pidana apabila di tentukan oleh uu.
2.       Sifat melawan hokum materil, adalah suatu perbuatan itu melawan hokum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam uu saja, tetapi juga harus melihat berlakunya asas-asas hokum yang tidak tertulis.
Menurut asas SMH materil;a.
a.       Perbuatan itu bersifat melawan hokum baik berdasarkan uu maupun yang tidak tertulis.
b.      Perbuatan melanggar hokum nyata-nyata sifat yang  masuk dalam rumusan delik, dapat hapus berdasarkan ketentuan uu maupun ketentuan hokum yang tidak tertulis.

Pengartian sifat yang melawan hokum yang materil.
Dalam praktik, ternyata diterima sifat melawan hokum materil dalam yurisprudensi menimbulkan persoalan dalam penerapanya, karena dalam SMH MATERIL membawa konsekuensi dua hal,
1.       Sifat melawan hokum dapat di hapuskan karena ketentuan uu maupun hokum tidak tertulis
2.       Begitu juga dengan perbuatan/tindak pidana. Tindak pidana itu dapat terjadi berdasarkan ketentuan uu maupun berdasarkan hokum tertulis.

a.       SMH MATERIL dalam fungsinya yang positif
Ajaran yang menganggap suatu perbuatan tetap sebagai tindak pidana, meskipun tidak nyata-nyata di ancam pidana dalam uu, apabila bertentangan dengan hokum tidak tetulis (hokum kebiasaan),
b.      SMH MATERIL dalam fungsi negative
Ajaran ini mengakui kemungkinan adanya hal-hal yang di luar uu (hokum tidak tertulis) yang dapat menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan delik.


BAB  VIII
ORANG ATAU PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

A.      PENGERTIAN KESALAHAN
Dalam hokum pidana di kenal dengan asas kesalahan, yaitu tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf gonder schuld). Daad-daderstrafrecht, yaitu hokum pidana yang berpijak pada perbuatan maupun orangnya. Konsep KUHP 2004 merupakan asas kesalahan ini ecara tertulis dalam pasal 35 sebagai berikut;
1.       Tidak seorangpun dapat di pidana tanpa kesalahan
2.       Bagi tindak pidana tertentu, uu dapat menentukan bahwa seorang dapat di pidana semata-mata karena telah di penuhinya unsure-unsur tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan adanya kesalahan.
3.       Dalam hal tertentu, setiap orang dapat di pertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan  oleh orang lain, jiuka di tentukan dalam suatu uu.


Pertanggungjawaban dalam ayat 3 pasal (35) konsep KUHP di kenal dengan vicarious liability atau pertanggungjawaban pengganti. Yaitu pertanggungjawaban seorang tanpa kesalahan pribadi, bertanggungjawab atas kesalahan orang lain (dwija prayitno, 2004: 100) maksutnya: seorang dapat di tuntut pelaku tindak pidana walaupun ia tidak melakukan tindak pidana tersebut. Pertanggungjawaban pengganti inilah yang dapat di gunakan  untuk menuntut perusahaan industry koorporasi yang melakukan tindak pidana untuk dapat dapat di pertanggungjawabkan di pengadilan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian kesalahan  yang sering di pakai dalam ilmu hokum pidana;
1.       Kesalahan sebagai pengertian hokum.
A.      Mazger kesalahan adalah syarat yang member dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana,
B.      Simons, sebagai dasar untuk bertanggungjawab dalam hokum pidana. Ia berupa keadaan pshycish dari si pembuat dan hubunganyaterhadap perbuatanya dan dalam arti bahwa dalam keadaan pshycish itu perbuatanya dapat di celakan kepada si pembuat.
C.      Pompe,  pada pelanggaran norma yang di lakukan karena kesalahanya, biasanya sifat melanggar hokum itu merupakan segi luarnya

Dari pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa, kesalahan itu mengandung unsure pencelaan terhaap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pencelaan di sini bukan pencelaan yang berdasarkan susila, melainkan pencelaan bardasarkan hokum yang belaku.
2.       Arti kesalahan
Dibedakan kedalam 3 arti;
a.       Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hokum pidana
b.      Kesalahan dalam bentuk arti kesalahan (schuldvorn, berupa,
-          Kesanggupan (dolus, opzet, atau intention)
-          Kealpaan (cculpa, nalatigeit, atau negligence)
3.       Kesalahan dalam arti sempit adalah kealpaan (culpa)
Pemakaian istilah kesalahan dalam hal ini, seharusnya di hapuskan dan di gantikan dengan kealpaan.
B.      UNSUR-UNSUR DARI KESALAHAN
Unsure-unsur kesalahan sebagai berikut,
a.       Adanya kemampuan bertanggungjawab kepada si pembuat, artinya keadaan jiwa si penanggunjawab harus normal.
b.      Adanya hubungan batin dengan si pembuat dengan perbuatanya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). Ini disebut bentuk-bentuk kesalahan.
c.       Tidak adanya alas an yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.

C.      KEMAMPUAN BERTANGNGGUNG JAWAB (KBJ)
-          Menurut simons;
Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan pshycish sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum ataupun orangnya.
-          Menurut van Hamel
Kemampuan bertanggung jawab adalahsuatu keadaan normalitas pshycish dan kematangan (kecerdasan yang membawa) tiga kemampuan.
a.       Mampu mengerti nilai-nilai dari akibat-akibat perbuatanya
b.      Mampu untuk menyadari bahwa perbuatanya itu menurut pandangan masyarakat tidak di bolehkan
c.       Mampu untuk menentukan kehendak atas perbuatanya itu.
KUHP tidak menjelaskan mengenai pengertian bertanggung jawab, tetapi dalam KUHP di jelaskan mengenai syarat-syarat kemampuan secara negatif, hal ini terdapat dalam pasal 44,
Pasal  44 ayat (1) menerangkan “barang siapa yang mendukung perbuatan yang tidak dapat di pertanggunjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit , tidak di pidana.
Seangkan dalam pasal 38 konsep KUHP 2004 di jelaskan;
“setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa atau retardasi mental, tidak dapat di pertanggungjawabkan dan di  jatuhi piana, tetapi dapat di kenakan tindakan.
Didalam ilmu kedokteran di kenal beberapa penyakit jiwa yang disebut tidak dapat bertanggungjawab sebagian yang kemudian di bagi kembali ke dalam penyakit;
-          Kleptomani adalah penyakit jiwa yang berupa goncangan yang kuat dan tak tertahan untuk mengambil barang orang lain, tetapi tidak sadar kalau
perbuatanya di larang.
-          Pyromane adalah penyakit jiwa berupa kesukaan melakukan pembakaran tanpa alasan sama sekali
-          Claustropobe adalah penyakit jiwa yg berupa ketakutan untuk berada di ruang yang sempit. Penderitanya dalam keadaan tersebut, misalnya lalu memecah-mecah kaca.


Kekurangan kemampuan untuk bertanggungjawab
Terdakwa yang di anggap kurang mampu bertanggungjawab masih mampu dianggap bertanggungjawab dan dapat di pidana. Akantetapi factor ini di pakai pada factor untuk memberikan keringanan dalam pemidanaaN.
D.      KESENGAJAAN DAN KEALPAAN
a.       Kesengajaan (opzet atau dolus)
Teori-teori tentang kesengajaan
-          Teori kehendak (wilstheori) inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsure-unsur delik dalam rumusan uu.
-          Teori pengetahuan atau pembayangan (voorstellingtheorie) sengaja berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatan; orang tak bias menghendaki  akibat, melainkan hanya dapat membayangkan
b.      Corak kesengajaan
-          Kesengajaan sebagai maksut untuk mencapai suatu tujuan (opzet als oogmerk) atau dolus directus
-          Kesengajaan dengan kesadaran kepastian 

No comments:

Post a Comment