Friday 18 September 2015

Konsep hukum dan ide keadilan

Konsep hukum dan ide keadilan



Upaya untuk membebaskan konsep hukum dari ide keadilan bukanlah persoalan mudah, sebab kedua konsep tersebut selalu dicampur-adukkan di dalam pemikiran politik yang tidak ilmiah dan juga di dalam pembicaraan umum, dank arena pencampuradukan kedua konsep ini berkaitan dengan kecenderungan ideologis untuk membuat hukum positif tampak adil. Jika hukum dan keadilan disamakan, jika tatanan yang adil saja disebut hukum, maka tatanan social yang disebut hukum dalam waktu yang sama juga akan disebut adil. Dan itu berati bahwa tatanan social ini dibenarkan secara moral. Kecenderungan untuk menyamakan hukum dan keadilan merupakan kecenderungan untuk membenarkan tatanan social tertentu. Ini suatu kecenderungan politik, bukan cenderungan ilmiah. Dikerenakan adanya kecenderungan ini, usaha untuk memperlakukan hukum dan keadilan sebagai dua persoalan yang berbeda dikhwatirkan akan mengsampingkan seluruh persyaratan bahwa hukum positif harus adil. Persyaratan ini sangatlah jelas. Namun apa arti sesungguhnya hukum murni sama sekali tidak menolak persyaratan bagi hukum yang adil dengan menyatakan bahwa teori itu sendiri tidak kompeten dan di mana letak unsur terpentingnya dari keadilan tersebut. Teori hukum murni sebagai ilmu tidak dapat menjawab pertanyaan samacam ini karena pertanyaan tersebut sama sekali tidak dapat menjawab secara ilmiah. Apa arti sesunggihnya dari pertanyataan bahwa tatanan social tertentu merupakan sebuah tatanan yang adil? Pernyataan ini berate bahwa tatanan tersebut mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuasakan bagi semua orang sehingga meraka semua menemukan kebahagiaan didalamnya. Kerinduan akan keadilan merupakan kerinduan abdi manusia akan kebahagian. Kebahagian inilah yang tidak dapat ditemukan oleh manusi sebagai seorang individu terisolasi dan oleh sebab itu ia berusaha mencarinya di dalam masyarakat. Keadilan adalah kebahagian social. 

Batasan Pemekaran Kecamatan

            Batasan Pemekaran Kecamatan
Menurut Pasal 1 PP Nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan, pembentukan Kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai Kecamatan di kabupaten/kota. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan Pasal 2 ayat (2) mengatur pembentukan Kecamatan atau lebih, dan atau penyatuan wilayah desa dan atau kelurahan dadri beberapa Kecamatan. Peraturan pemerinatah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud Pasal 2 harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat pembentukan Kecamatan terdapat pada Pasal 4 yaitu, syarat  pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi: [1]
  1. Batas usia penyelenggaraan pemerintah minimal 5 (lima) tahun;
  2. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi Kecamatan minimal 5 (lima) tahun;
  3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan forum komunikasi kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah Kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah Kecamatan baru maupun Kecamatan induk tentang persetujuam pembentukan Kecamatan
  4. Keputusan kepala desa atau nama lain untuk desa dan keputusan lurah atau nama lain untuk kelurahan diseluruh wilayah Kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah Kecamatan baru maupun kecamtan induk tentang persetujuan pembentukan Kecamatan.
  5. Rekomendasi Gubernur.
Selanjutnya pada Pasal 5 PP Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan mengenai syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasicalon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan yang tersedia. Makna cakupan wilayah diatur secara lebih rinci dalam Pasal 6 PP Nomor 19 Tahun 2008 yaitu sebagai berikut:[2]
1)      Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri dari atas 10 desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan.
2)      Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, social ekonomi, social politik, dan social budaya
3)      Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi bangunan dan lahan untuk kantor Camat yang dapat digunakan untuk memeberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan mengatur persyaratan teknis pemerkaran Kecamatan, yaitu:[3]
(1)   Persyaratan teknis sebagaiamana dimaksud dalam Pasala 3 ini, meliputi:
a.       Jumlah penduduk;
b.      Luas wilayah;
c.       Rentang kendali penyelengaraan pelayanan pemerintahan;
d.      Aktivitas perekonomian;
e.       Ketersediaan saran dan prasarana;
(2)   Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 7 dinilai bedasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerfintah kabupaten/kota sesuai indicator sebagaimana dicantumkan dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tantang Kecamatan
Kriteria pemekaran Kecamatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 yang terdapat di Pasal 3 yaitu variable utama jumlah minimal penduduk, luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan.
Syarat jumlah penduduk dalam pemekaran Kecamatan yang terdapat di Pasal 4 dan syarat tentang luas wilayah Kecamatan terdapat di Pasal 5 sebagaimana dimaksud Pasal 3 Keputusan Menteri Dalam Negari Nomor 4 Tahun 2000.
Akan tetapi kriteria pemekaran Kecamatan di dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tidak digunakan lagi karena sudah terbit PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Persyaratan teknis sebagaimana dikemukakan di Pasal 4, 5, 6, dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan indkator yang tertera pada lampiran PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.




[1] Nurmayani, S.H., M.H., Op, Cit,.hlm.51
[2] Ibid, hlm. 52
[3] Ibid.