Pemekaran Daerah dalam
Mewujudkan Tata Pemerintahan Good
governance
Seiring dengan era reformasi Tahun
1998, lahirnya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kemudian diganti dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah yang bertumpu pada
Kabupaten/Kota diberi kesempatan dan keleluasaan berkreasi, berinovasi
mempercepat laju pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Pemberian hak
otonom tersebut bukan semata-mata hanya untuk memekarkan suatu daerah, tetapi
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance[1].
Asal mula munculnya “good governance” pada awal tahun 1900-an,
diadakan pertemuan Negara-negara donor yang dipromotori oleh Bank Dunia.
Pertemuan ini, kemudian dikenal sebagai “Konsensus Washington”. Dalam pertemuan
itu terungkap, banyak bantuan asing “bocor” akibat praktik bad governance (pemerintah yang tidak akuntabel, tidak transparan,
penyalagunaan wewenang, korupsi, dan lain-lain.). oleh karena itu, kemudian
disepakati bahwa penerima bantuan harus diberi persyaratan, yaitu kesediaan
untuk mempratikkan good gavernance. [2]
Konsep good governance bahwa pemerintah hanya
menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor paling menentukan.
Implikasinya, peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedian jasa Pelayanan
dan infastruktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan
yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta untuk ikut
aktif melakukan upaya tersebut.[3]
Governance menuntut redefinisi[4]
peran Negara, dan itu berarti adanya redefinisi pula pada peran warga. Ada
tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas
pemerintahan itu sendiri.[5]
Jika kita mengacu pendapat World Bank memberikan definisi terhadap governance sebagai
“the way
state power is used in managing economic and sosial resources for development
of society. United Nation Development
Program (UNDP) mendefinisikan governance
sebagai “the exercise of political,
economic, and administrative acthority to manage a nation’s affair at all
levels.”
Dengan demikian, World Bank lebih menekankan pada cara
pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan
pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik,
ekonomi, dan administrasi pada pengelolaan Negara.[6]
Para pakar dan praktisi adminsitrasi negara indonesia. Istilah"Good Governance" telah diterjamahkan dalam berbagai istilah misalnya. penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokromidjojo). Tata pemerintahan yang baik (UNDP). pengelolahan pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab (LAN) dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (Clean Goverment). [7]
Good governance
pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian
keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama.
Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor
swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan
memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang
baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik.
Merujuk pada 3 (tiga) pilar
pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan
pembangunan manusia. Good governance
menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak
korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan
kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam
penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak
tersebut menjadi jawaban besar.[8]
Membangun good
governance dibutuhkan perubahan yang menutut adanya ciri kepemimpinan pada
masing-masing pihak yang memungkinkan terbangunya partnership di antara stakeholder
[9] di dalam lokalitas tersebut. Partnership adalah hubungan kerja sama
atas dasar kepercayaan, kesetaraan dan kemandiriaan untuk mencapai tujuan
bersama. Pihak eksekutif maupun legislative, tidak dapat lagi menerapkan model
kepemimpinan yang mengasumsikan stakeholder
lain sebagai “ pengikut” pasif yang akan menerima setiap keputusan dan
tindakan yang diambil. Dalam good
governance, pemerintah dan legislatif harus lebih dekat dengan warga dan
inklusif melibatkan warga, baik dari sektor swasta maupun civil society, baik perempuan maupun laki-laki,kelompok tua maupun
kelompok muda.[10]
Menurut UNDP karakteristik
good governance, sebagai berikut :
1) Participation ; Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan,
baik secara langsung maupun secara intermediasi institusi legitimasi yang
mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar keabsahan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2) Rule of law ;
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum
untuk hak azasi manusia.
3) Transparancy
; Transparansi dibangun atas dasar keabsahan arus
informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang membutuhkan.
4) Responsive ;
Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk
melayani
setiap stakeholders.
5) Consensus Orientation ; Good governance menjadi perantara kepentingan
yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas,
baik dalam kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
6) Equity
; Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
7) Effectiveness
and effeciency ; Proses-proses
dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8) Accountability ;
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9) Strategic vision ; Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance
dan pengembangan yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan semacam ini[11].
Kemudian, Negara
Indonesia untuk mencapai good governance
maka menerapkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL), AAUPL ini dapat
dipahami sebagai asas-asas umum yang menjadikan sebagai dasar dan tata cara
dalam penyelengaraan pemerintahan yang layak, dengan cara demikian
penyelengaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat, bebas
dari kezaliman, pelangaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan
tidakan sewenang-wenang.[12]
Selanjutnya, Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) dapat dilihat di peraturan-peraturan di
indonesia salah satunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah,
dalam Pasal 20 ayat (1) yang berbunyi: “penyelengaraan pemerintahan berpedoman
pada Asas-asas Umum Penyelengaraan Negara yang terdiri atas, asas kepastian
hukum, asas tertib penyelengaraan Negara, asas kepentingan umum, asas
keterbukaan, asas proposionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas,
asas efisiensi dan asas efektif”.[13]
[1] Ir. Manggidar
Simbolon,
Tujuan Pemekaran Daeah
adalah untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Good governance,
http://tolping-samosir.blogspot.com/2009/04/ir-mangindar-simbolon-tujuan-pemekaran.html (diakses tanggal 21-06-2013)
http://tolping-samosir.blogspot.com/2009/04/ir-mangindar-simbolon-tujuan-pemekaran.html (diakses tanggal 21-06-2013)
[2] Dr. Pandji Santosa, M.Si.,Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good
governance,(Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 130
[3] Hetifan JS Sumarto, Inovasi,pratisipasi dan Good Gavernance; 20
Prakasa inovasi dan pratisipasi di Indonesia, (Yayasan Obor Indonesia,2009;
Jakarta ). hlm. 1
[4] Yang dimaksud Redefinisi
adalah kemampuan
merumuskan batasan dengan melihatnya dari
sudut lain, bukan dari cara
yang lazim
[7] INKINDO
Jawa Tengah, http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=779,
(diakses 14-06-2013, Pukul 20:55Wib)
[8] Goto Kuswanto, SIP.MM, http://www.banyumaskab.go.id/berita/berita_detail/246 (diakses
tanggal 14-06-2013, Pukul 21:00wib)
[9] Stakeholder dimaknai sebagai individu,kelompok atau
oraganisasi-perumpuan dan laki-laki yang memiliki kepentingan, terlibat atau
dipengaruhi (secara positif maupun
negative) oleh kegiatan atau program pembangunan
[10] Hetifan JS Sumarto, Inovasi, pastisipasi dan Good gavernance: 20
prakasa inovasi dan partisipasi di indonesia,(Jakarta; Yayasan obor
Indonesia,2009). hlm.25
[11]Rasidin Sapawula, Konsep Good
governance
http://mandalaputrayes.blogspot.com/2011/10/konsep-good-governance.html (diakses tanggal 14-06-2013, jam 22:05wib)